BAB 1
CINTA PERTAMA
Semua sudah ditentukan oleh Tuhan,
namun terkadang manusia hadir dalam ketidaksiapan.
-Dew-
Surakarta
Nyatanya ketika nyawa masih berada ditubuh, dialah orang yang paling dekat denganku. Yang selalu kurindukan setiap pertemuan dengannya. Aku rindu semua yang dimilikinya, mulai dari tawanya, pelukannya terlebih lagi hembusan nafasnya. Namun harus ku relakan dia pulang, karena Sang Pencipta lebih menyayanginya.
Jika aku tahu hari ini adalah sebuah akhir dari kebersamaan kita, pasti aku selalu menemanimu sepanjang usia yang telah diatur oleh-Nya. Tanpa terkecuali….
Aku keluar kamar menuju ruang tengah. Disana terdapat berbagai snack, minuman kemasan dan kardus makanan. Hari ini tepat usiaku 8 tahun. Dimana aku masih duduk di bangku kelas 2 SD. Seperti tahun-tahun sebelumnya keluarga merayakan hari ulang tahunku dengan membagikan makanan ke tetangga dan anak-anak kecil sekitar rumah.
“Kak Maya lagi ngapain?” tanyaku ketika melihat kak Maya sibuk dengan berbagai snack. “Adek boleh ikut bantuin?”
“Sini-sini, kak Maya ajarin dulu ya. Nih begini caranya” kata kak Maya mengajariku membungkus snack. Aku dan kak Maya sibuk dengan berbagai macam snack, sedangkan mama tengah sibuk mempersiapkan nasi kotak. Kalau ayah, masih belum juga pulang dari merantau. Ayah adalah kepala keluarga yang bertanggungjawab, beliau menjadi tukang bangunan di propinsi Jawa Timur. Setiap satu bulan sekali beliau pulang, terkadang malah tiga bulan sekali baru pulang karena proyek yang padat. Beliau perokok aktif dan hampir menginjak kepala 5. Namun beliau masih memiliki semangat yang luar biasa.
“Ma, ayah kapan pulang?” tanyaku ketika mama mengambil kardus-kardus kosong di ruang tengah.
“Nanti ayah bakal pulang sayang” kata mama sambil membelai rambutku.
“Ma, ini kalau udah semua diletakkan dimana?” tanya kak Maya sambil mengangkat kardus berisi bungkusan snack.
“Taruh dimeja situ aja kak” kata Mama menunjuk meja makan.
Acara ulang tahun hanya dilakukan bersama keluarga, setelah itu membagikan nasi kotak dan bungkusan snack kepada tetangga sekitar. Jam dinding menunjukkan pukul 10 malam, ayah belum juga hadir. Mama menyuruhku untuk segera tidur di kamar, sedangkan mama masih menunggu ayah pulang. Tidurku begitu nyenyak hingga tidak sadar ayah telah berada di sampingku waktu bangun tidur.
“Ayah” seruku sambil memeluknya dengan erat, berharap semua rindu terobati dengan segera.
“Selamat Ulang Tahun anakku sayang” ucapnya dan membalas pelukanku dengan sebuah ciuman di kening.
“Ayah bawa kado apa buat adek?” tanyaku penasaran
“Bentar, tunggu disini dulu. Tutup matanya ya, nggak boleh ngintip” perintah ayah aku sanggupi tanpa protes.
“Udah boleh dibuka?” tanyaku tidak sabar menerima kado dari ayah.
“Bentar, hitung sampai lima puluh ya”
“Banyak banget yah” keluhku dengan nada manja.
“Udah hitung saja” katanya memerintahku kembali.
“1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10….. 48, 49, 50” aku hitung dengan cepat supaya segera mendapat kado dari ayah.
“Udah sekarang buka” perintah Ayah yang suaranya terlihat jelas di hadapanku.
“Ayah…hahahaha lucu” kataku sambil tertawa saat melihat Ayah memakai kostum badut dan membawa kotak kado.
“Selamat ulang tahun kami ucapkan, selamat panjang umur kita kan do’akan …” Ayah mulai bernyanyi dan berjoget seperti badut.
“Terima kasih ayah” kataku sambil memeluk tubuh ayah.
“Sama-sama sayang, jadi anak sholehah ya, menjadi kebanggaan orang tua, selalu lindungi mama, terus sayangi keluarga” katanya sambil mengelus rambutku. “Sekarang kita buka kadonya” sambung ayah meraih tubuhku untuk dipangku.
“Wah bagus ayah, ini namanya apa?” tanyaku ketika melihat isi kado dari ayah.
“Ini namanya bandana atau bando, pakainya di rambut” jelas ayah sambil memakaikan bandana warna merah ke rambutku. “Cantik anak ayah”
“Terima kasih ayah” ucapku yang terus-terusan memeluknya tanpa henti.
Hari-hari bersama ayah terus terasa menyenangkan. Hingga aku berharap tidak ada yang memisahkan kita. Namun Allah-lah yang berkuasa atas segala sesuatunya. Sudah hampir 2 bulan ayah di rumah, seharusnya aku senang dengan keadaan ini, namun kebalikannya. Aku sangat takut akan kehilangan sosok malaikat pelindungku, terlebih lagi kesehatan ayah yang semakin menurun.
Terhitung 1 minggu sebelum kepergiannya. Hampir satu bulan sakit batuk ayah tidak kunjung sembuh. Membuat mama semakin khawatir dengan kesehatannya. Mama memutuskan untuk membawa ayah ke RSUD, namun akibat perawatan yang kurang mewadai pihak RSUD merujuk ayah ke RS Surakarta.
Seperti batu besar menghujam dada, mendengar kabar bahwa ayah sakit komplikasi. Sakit yang tidak pernah diharapkan oleh semua orang. Ya benar semua orang selalu berharap sehat, karena dengan tubuh yang sehat kita dapat melakukan segala aktivitas dan terus beribadah.
Semoga ayah diberi perlindungan dan kesehatan Ya Rabb…Aamiin
Namun takdir berkata lain…
Hari ini setelah pulang mengaji, aku menjenguk ayah diantar oleh paklik. Kak Maya tidak ikut menjenguk karena tadi siang dia dan nenek sudah kesana. Kata nenek, ayah sudah kangen sama aku dan kondisinya sudah membaik.
“Sudah malam, aku mau balik dulu mas” pamit Paklik
“Iya le. Kamu disini saja, nungguin ayah” jawab Ayah yang juga memintaku untuk menginap.
“Terus…besok siapa yang mengantar aku pulang yah?” tanyaku yang sedikit khawatir tidak ada yang akan mengantar pulang.
“Tenang, nanti ayah yang antar kamu pulang, naik mobil” jelas Ayah, aku tidak paham dengan penjelasannya, bagaimana mungkin ayah yang sedang sakit bisa mengantarku pulang. Apa besok memang ayah udah diijinkan pulang, kalau memang benar syukurlah.
“Besok kan hari minggu, jadi kamu disini saja sama mama jagain ayah”
Jam dinding menunjukkan pukul setengah 10. Ayah dibantu mama untuk meminum obat. 15 menit setelah obat itu merasuk ke tubuh ayah, mama merasa terdapat kabut asap diatasnya. Saat itu juga, ayah merasakan kesakitan. “Ya Allah beri ayah kekuatan untuk menghadapi semua ini, untuk melawan sakitnya”. Tanpa henti bibir ayah mengucap Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah seperti meminta ampun sekaligus meminta pertolongan kepada Sang Pencipta. Para dokter berdatangan dan segera membawa ayah menuju ruang ICU. Ada apa ini? Pikiranku belum bisa berdamai dengan keadaan dan tak bisa memahami.
Tanpa henti mulut ini berdo’a untuk keselamatan ayah. Namun harap hanyalah harap. Sang Pencipta lebih menyayanginya. Semoga engkau ditempatkan diSurgaNya yah..Aamiin
Apa mungkin ambulance yang membawa tubuhmu adalah mobil yang engkau janjikan kepada ku, untuk mengantarku pulang yah?
Ayah tidak pernah ingkar janji, meski terkadang beliau menepati dalam bentuk lain yang tak bisa di mengerti.
Sepeninggal ayah…
Bagi anak perempuan ditinggal oleh ayah untuk selamanya benar-benar keadaan yang sulit. Terlebih lagi bagi anak perempuan, ayah adalah cinta pertamanya. Kehilangan mungkin hal yang lumrah. Karena sejatinya setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Jadi entah hari ini, esok, lusa atau bisa jadi sekian detik kemudian kita dipanggil oleh Sang Maha Kuasa. Hidup itu tentang meninggalkan atau ditinggalkan. Jadi perlu hati yang luas untuk menerima segala keadaan yang ada.
Hari ini dan hari-hari berikutnya akan terus berjalan dengan semestinya meski tanpa kehadirannya.
Mungkin ragamu dan ragaku tidak bisa saling bertemu
Tetapi do’aku terus bisa bertamu
…